Lihat konten viral di TikTok atau Twitter, tangan lo gatal pengen ikutan. “Ah, kita cepet bikin versi kita, deh! Biar ikutan rame!” Tapi hati-hati. Riding the wave viral (alias trendjacking) itu kayak naik motor butut di jalan licin — bisa ngebut sebentar, tapi risiko nge-jeblos juga gede. Sebagai brand marketer yang udah ngalamin bener-bener cringy dan yang sukses, gue bocorin rahasianya.
Boleh Nggak Sih Brand Lo Ikut Trend Viral yang Udah Ada?
Boleh banget! TAPI… dengan syarat utama: RELEVAN & NAMBAH NILAI.
Contoh Sukses:
Netflix Indonesia sering banget nimbrung di meme viral lokal (e.g., “Bapack-bapack Jaman Now”) dengan konten yang relate sama koleksi filmnya. Hasil? Engagement tinggi, brand keliatan fun dan melek budaya.
KFC waktu lagu “Savage Love” viral, mereka bikin versi “Savage Chicken”. Lucu, nyambung sama produk, dan nggak maksa.
Contoh Gagal:
Brand skincare yang nemplok mentah-mentah template TikTok dance padahal produknya buat usia 40+. Audiens bingung, brand keliatan lost.
Brand finansial ikut challenge alay yang nggak nyambung sama positioning-nya. Trust? Ancur.
Intinya: Ikut trend itu sah-sah aja, asal lo nggak cuma nyontek buta dan bikin audiens ngerasa, “Ngapain sih brand ini sok-sokan?”
Dampak Negatif Kalau Cuma "Ngecontek" Mentah-Mentah
Brand Keliatan Malas & Tidak Orisinil: Audiens sekarang pinter. Mereka bisa ngeh kalo lo cuma joki trend. Risiko: dianggap brand cupu dan nggak punya ide.
Miss Target & Salah Audiens: Trend yang cocok buat Gen Z belum tentu klik sama emak-emak. Bisa-bisa malah offending segment inti lo.
Reputasi Ancur Kalau Gagal: Trend yang sensitif (isu SARA, politik) kalo diambil asal, bisa bikin lo dibully samai uninstall.
Engagement Palsu: Dapet banyak like, tapi zero konversi. Yang dateng cuma penasaran, bukan calon pelanggan (Sumber: HubSpot Report on Trendjacking Risks).
Strategi Cerdas Riding the Wave Viral (Agar Brand Lo Nggak Kena Batunya)
1. Filter Ketat: “Relevansi” di Atas “Rame-ramean”
Jangan asal jumping ke semua trend! Tanya:
“Apa trend ini selaras sama nilai brand kita?”
“Apa audiens kita beneran ngikutin ini?”
“Apa kita bisa bikin versi yang nambah value (hiburan, info, solusi)?”
Data Penting: 74% konsumen lebih suka brand yang ikut trend relevan ketimbang yang maksa (Sprout Social, 2023 Consumer Report).
2. Cepat Tapi Nggak Asal Ceplas-Ceplos
Viral itu expired-nya cepet. Tapi jangan sampe ngebut ngawur.
Siapkan Tim Cepat: Minimal 1 orang khusus monitor trend (pake tools kayak Google Trends, TikTok Creative Center).
Batasi Waktu Produksi: Maksimal 2-3 jam buat konsep & eksekusi. Kalo lebih dari itu, trend udah basi.
3. Modifikasi, Jangan Duplikat!
Jangan cuma ganti logo di template viral! Beri twist unik brand lo:
Contoh:
Trend dance TikTok → Lo bikin versi “dance” pakai produk lo (kayak Ocean Spray yang viral karena karyawannya dance sambil minum jus cranberry).
Meme “ngomong sama tanaman” → Lo ganti jadi “ngomong sama produk” yang keluhan palsu (misal: sabun yang ngomel, “Jangan pake aku cuma buat cuci piring!”).
4. Amplifikasi ke Platform yang Tepat
Trend di TikTok? Jangan cuma di-upload di Facebook!
Potong jadi versi pendek buat Reels/YouTube Shorts.
Bikin thread lucu versi Twitter.
Kolaborasi sama kreator yang lagi ikutin trend itu biar jangkauannya ngacir.
5. Siapkan “Exit Plan” untuk Konversi
Jangan berenti di views! Ajak audiens ke langkah berikutnya:
CTA Ringan: “Kalau suka versi kita, follow biar nggak ketinggalan modifikasi viral lain!”
Lead Magnet: “Klik link di bio buat dapetin resep ayam ala KFC versi kita!”
Link Tracking: Pake UTM parameters buat lacak traffic dari konten viral.
6. Monitor & Evaluasi: Jangan Cuma Lihat Likes!
Ukur impact bisnis, bukan cuma engagement:
Metric Penting: Traffic website dari trend, conversion rate, follower baru, sentiment analysis (komentar positif/negatif).
Tools: Google Analytics (traffic), Brand24 (sentimen), platform ads (konversi).
Kapan Lo HARUS Nolak Ikut Trend?
Trend sensitif (krisis, bencana, isu SARA).
Nggak ada resource buat eksekusi cepat & berkualitas (hasil asal-asalan = malu).
Benar-benar nggak nyambung sama brand identity lo (misal: brand luxury ikut challenge alay).
Kata Pakar:
“Riding a viral wave without strategy is like surfing without knowing how to swim. You might catch one wave, but you’ll drown in the next.”
– Ann Handley, Chief Content Officer MarketingProfs (Sumber: Content Rules).
Boleh banget ikut trend viral — asal pake kepala, bukan cuma nafsu. Kuncinya: relevansi, kecepatan dengan kualitas, modifikasi kreatif, dan tujuan bisnis yang jelas. Jangan sampai brand lo dicap “panen trend” tapi nggak punya identitas.
Yang harus diingat:
Viral wave = kesempatan untuk tunjukkan brand personality, bukan ajang nyontek.
Kalau nggak yakin, diam lebih baik daripada maksa dan rusak reputasi.
Referensi & Sumber Valid:
Jadi, next time lihat trend viral, tanya dulu: “Buat apa kita ikut? Buat siapa? Dan gimana biar kita bikin ini lebih keren?” Kalau jawabannya jelas, gas! 🚀